Friday, 30 September 2016

Inikah Penyebab Asus yang Harus Tergusur oleh Oppo?


Sengit! Kata tersebut pantas untuk menggambarkan peta persaingan di pasar smartphone Tanah Air. Samsung walau secara persentase pangsa pasar terus mengalami penurunan, namun vendor asal negeri Gingseng ini masih bercokol di posisi teratas di Indonesia.

Jika Samsung hingga kini masih berhasil mempertahankan posisinya di tempat teratas, beda nasibnya dengan Asus. Yup, brand asal Taiwan ini, harus merelakan tempatnya dikudeta oleh Oppo. Apa yang membuat posisi Asus tergeser, beberapa hal ini mungkin bisa menjadi penyebabnya.

Tidak Gesit Berpromosi?
Berkaca pada laporan yang dikeluarkan Counterpoint untuk Q2 2016, Oppo berhasil mendepak Asus di posisi dua dengan pangsa pasar 17%. Adapun Asus berada di posisi ketiga dengan perolehan pangsa pasar 14%. Di posisi teratas Samsung berhasil meraup pangsa pasar 22%.

Hasil tak beda jauh juga dikeluarkan oleh IDC untuk periode yang sama di Tanah Air. Samsung menurut lembaga riset ini berhasil meraih pangsa pasar 26% dan bercokol di posisi teratas. Adapun yang menarik adalah untuk posisi dua dan tiga, walaupun memperlihatkan hasil yang sama di mana Oppo berhasil mendepak Asus di posisi kedua, namun selisih pangsa pasar di antara keduanya tergolong cukup besar. Berdasarkan data IDC, Oppo berhasil meraih pangsa pasar 19%, dan menempati posisi kedua, sementara Asus berada di posisi ketiga dengan pangsa pasar 9%. Disusul kemudian dengan Advan (8%) dan Lenovo (6%).

Bicara tentang Asus, kita tentu ingat bahwa pada Q4 2015 lalu, perusahaan ini berhasil mengamankan posisinya di posisi pertama. Berdasarkan data IDC untuk Q4 2015 dengan pangsa pasar 21,9% Asus berhasil menduduki tempat teratas, mengungguli Samsung di tempat kedua dengan peroleh pangsa pasar 19,7 persen. Namun demikian, posisi Asus sudah tergeser kembali.

Memang kalau dicermati, dibanding dua seterunya, Samsung dan Oppo, Asus tergolong tidak begitu jor-joran dalam hal melakukan promosi.

Adapun sukses Samsung dan Oppo di pasar Tahan Air, salah satunya berkat perusahaan itu yang begitu aktif melakukan promosi. Hal ini seperti dikatakan Reza Haryo, selaku Senior Market Analyst, Client Device, IDC Indonesia, yang menyebutkan bahwa Samsung dan Oppo secara aktif mempromosikan kampanye pemasaran yang besar di saluran ritel.

Sejurus dengan IDC, menurut Counterpoint kesuksesan Oppo berkat upaya mereka yang serius menggarap pasar Indonesia. Mulai dari melakukan investasi manufaktur sejalan dengan aturan TKDN, mengekspansi kanal distribusinya hingga program marketingnya yang sangat gencar dilakukan. Positioning yang kuat sebagai camera phone, membuat smartphone besutan Oppo seperti Seri Miror dan F1 terbukti mampu menjadi pilihan konsumen.

Kualitas Produk
Sebagai brand global asal Taiwan, Asus terbilang cukup popular di Indonesia. Lewat seri ZenFone vendor ini berhasil merangsek ke posisi lima besar pasar smartphone Tanah Air. Sempat mencicipi posisi kedua, bahkan menyodok di puncak klasemen pada Q4 2014 lalu, Asus kini harus tergeser di posisi ketiga. Terkait dengan tergesernya Asus dari posisi runner up, tak pelak menjadi tantangan bagi vendor yang juga bermain di produk notebook ini.

Tidak hanya soal promosi, dari sisi produk, smartphone besutan Asus juga tidak sedikit membuat kecewa para konsumennya. Berdasarkan pantauan Selular beberapa waktu lalu, ditemukan fakta bahwa Zenfone 2 Series juga banyak ditemui di service center untuk diperbaiki. Artinya, seri ini yang paling banyak mengalami kerusakan.

Layanan Purna Jual Dinilai Lama?
Selain hal di atas, layanan purna jual Asus yang dinilai lama sepertinya juga juga menjadi catatan tersendiri. Berdasarkan pantuan Selular, di gerai service center Asus, beberapa konsumen perusahaan ini mengeluhkan terkait lamanya pelayanan yang disajikan.
Rini, salah seorang customer Asus asal daerah Bahari, Tanjung Priok Jakarta Utara. Kedatangannya untuk memperbaiki ponselnya yang mati total dan tidak bisa bergetar. Rini yang seorang ibu rumah tangga ini baru sekali ke service center Asus.

“Saya baru sekali kesini, ini dapat antrian nomor 48 tapi tidak bisa selesai hari ini saya harus balik lagi senin depan, lama sekali ya, padahal itu ponsel belum ada setahun tapi sudah rusak,” ujar Rini.

Kesal dengan layanan service center Asus yang menurutnya lama, Rini pun membandingkan dengan brand lain yang menurutnya lebih cepat dalam menangani kerusakan. Dia pun berharap ke depannya Asus bisa lebih cepat dalam memperbaiki produk yang rusak.

“Kalau bisa Asus lebih mengkhususkan pelayanannya. Misalnya perbaikan khusus untuk ponsel, laptop dan yang lainnya, tidak digabung jadi satu seperti ini,” kata Rini
Hal senada pun diungkapkan Ardi seorang karyawan yang berdomisili di Kemanggisan. Dia yang datang untuk mengambil ponsel Asus yang di service seminggu lalu karena ponselnya yang gagal booting. Ardi menuturkan untuk mengambil ponselnya saja butuh beberapa jam.

“Ini saya dapat antrian nomor 37, padahal cuma ambil ponsel aja. Saya sudah datang dari jam 10.00 Wib sekarang Jam 12.00. Ini juga ponsel masih garansi, baru saya beli 3 bulan lalu,” tutur Ardi.

Putri, salah satu mahasiswa dari Buaran Jakarta Timur juga menyampaikan hal yang tidak berbeda jauh, kerusakan yang dialami ponsel Putri adalah layarnya yang tidak respon saat disentuh. Kerusakan ini pun membutuhkan waktu satu Minggu. “Saya kesini Senin lalu, dan sekarang mau ambil. Butuh waktu seminggu untuk ambil ponsel saya. Ini dapat antrian nomor 29,” tutur Putri.

Mengenai layanan service center yang dikeluhkan konsumennya, Davina Larissa, Head of Public Relations and E-Marketing ASUS sempat menanggapi. Menurutnya saat ini Asus memang masih menggabungkan layanan purna jual produknya, namun bukan berarti Asus tidak memiliki layanan service khusus smartphone.

“Memang secara khusus belum ada sejauh ini, tapi salah satu partner Asus yang khusus untuk service smartphone adalah TAM,” ujar Davina.

Sementara mengenai waktu perbaikan, dijelaskan Davina Standard waktu pengerjaan repair adalah 5 hari kerja (1 minggu). Secara overall pengerjaan unit sudah mencapai 95% dari target pengerjaan, dan untuk beberapa masalah Davina memang mengakui ada yang lebih dari target perbaikan. Misalnya dari 100 case yang diselesaikan, ada 5 unit lebih perbaikannya lebih dari 5 hari kerja.

Jual Asus Harus Pintar Nahan Harga
Harus diakui margin keuntungan yang besar merupakan salah satu pemikat bagi pedagang dalam menjual produk yang dijualnya. Tidak terkecuali dalam hal ini penjualan smartphone. Terkadang untung yang lebih besar ditambah kemudahan dalam menjual suatu produk menjadikan pedagang lebih condong untuk menjual produk tertentu.

Seperti diungkap oleh seorang penjual ponsel di Mall Ambassador bernama Jacky ini. Menurutnya dibanding menjual produk Asus, Jacky lebih suka berjualan produk brand lain, dalam hal ini dia membandingkannya dengan Oppo.

Jacky mengatakan bahwa menjual smartphone Oppo tidak ribet, oleh karena semuanya sudah ditentukan oleh vendor. Jadi, pedagang tinggal jualan saja.“Kalau Asus, mereka (pedagang) harus pintar-pintar nahan harga biar dapat untung gede. Kalau lagi kepepet, mau ngga mau walau untung sedikit diambil juga,” tandas Jacky.

Tak ayal, Jacky pun berspekulasi, di mana merosotnya penjualan produk Asus bisa jadi disebabkan oleh hal tersebut. “Karena ribet juga, mungkin Asus penjualannya menurun, pedagang kan mau yang gampang saja,” tegasnya.